Minggu, 02 Mei 2010

Paradigma Baru Manajemen Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendidikan juga merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, di mana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian. Dalam rangka inilah pendidikan diperlukan dan dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ingin maju, demikian halnya bagi masyarakat Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas.
Luasnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bervariasinya kondisi daerah beserta masalah-masalah yang dihadapi telah mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan potensi daerah dan kendalanya dalam perencanaan. Standardisasi dan penyeragaman rencana yang terlalu terpusat dirasakan menghambat pelaksanaan pembangunan karena cenderung akan berakibat pada ketidaksesuaian antara rencana pusat dan kebutuhan daerah masing-masing.
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh pemerintah (UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah), tanggung jawab pemerintah daerah akan meningkat, termasuk dalam manajemen pendidikan. Pemerintah daerah diharapkan untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, mulai dari tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pemantauan di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional yang digariskan pemerintah.
Mencermati pengelolaan pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini, kita memperoleh gambaran yang menunjukkan betapa rendahnya kualitas pendidikan kita. Berbagai program yang dilaksanakan telah memberikan harapan bagi kelangsungan dan tekendalinya kualitas pendidikan Indonesia. Akan tetapi, karena pengelolaannya yang terlalu kaku dan sentralistik, program itu pun tidak banyak memberikan dampak positif, angka partisipasi pendidikan nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun. Diduga hal tersebut erat kaitannya dengan masalah manajemen. Dalam kaitan inilah manajemen berbasis sekolah tampil sebagai paradigma baru pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan sekolah dan kebutuhan daerah masing-masing.
Manajemen berbasis sekolah yang disingkat dengan MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan pada sekolah agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Konsep ini juga menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan.
Pemberian otonomi ini menuntut sekolah secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, mempertanggung-jawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Di samping pentingnya pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan sistem yang ada di sekolah.
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan dengan sendirinya memberikan wawasan baru terhadap sistem yang berjalan selama ini. Kebaruan ini harus diwaspadai oleh para pelaku MBS di tingkat sekolah dengan mengkaji berbagai aspek yang mendukung efektivitas pelaksanaannya. Hal ini penting agar inovasi yang ditawarkan tidak sebatas konsep, tetapi benar-benar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, dan yang paling penting tidak mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya, seperti konsep-konsep inovatif sebelumnya seperti total quality management (TQM), local content curriculum (LCC) yang pada dasarnya disebabkan oleh kurang matangnya pemahaman para pelaksana di lapangan terhadap konsep-konsep yang ditawarkan.
Permasalahan yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah, yang menjadi substansi kajian dalam tulisan ini, yaitu efektivitas pelaksanaan MBS di sekolah-sekolah. Efektivitas pelaksanaan MBS digambarkan oleh bagaimana pengelolaan sekolah dilaksanakan secara tepat sesuai dengan prinsip-prinsip MBS dalam upaya pemerataan, efisiensi, peningkatan kualitas dan produktivitas pendidikan.
Pada hakikatnya efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Berdasarkan pengertian tersebut, efektivitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar untuk mewujudkan tujuan sekolah.
MBS sebagai suatu pendekatan alternatif dalam rangka desentralisasi pendidikan memberi peluang kepada sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan inovasi berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki. Pertanyaannya, adakah sekolah menjalankan pengelolaan sekolah sesuai dengan konsep manajemen berbasis sekolah? Perubahan-perubahan apa yang telah diperoleh terkait dengan penerapan konsep baru tersebut?
Sejauh pengamatan penulis, pengelolaan sekolah terutama Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya masih menerapkan manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Dan apa yang diharapkan dalam pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah belum dapat direalisasikan secara optimal. Hal itu disebabkan karena berbagai kendala yang ditemui dalam pelaksanaanya. Kelemahan dalam penerapan MBS terletak pada kurangnya sosialisasi mengenai konsep, strategi dan implementasi MBS oleh pemerintah sebagai perumus kebijakan. Sehingga para pelaku di lapangan belum memiliki pemahaman yang mendalam tentang konsep baru yang akan diterapkan.
Potensi para pelaku MBS khususnya kepala sekolah sebagai manajer sangat menentukan efektivitas implementasi MBS. Efektivitas implementasi ini pun tidak terlepas dari pemahaman kepala sekolah mengenai konsep dan strategi konsep itu sendiri. Seringkali kita masih ragu akan kemampuan manajerial kepala sekolah dalam hal pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi. Di sisi lain pemahaman tentang konsep MBS dan kemampuan manajerial kepala sekolah sangat berperan dalam mengefektifkan pelaksanaan MBS.
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah yang berorientasi mutu menuntut adanya konsistensi dan komitmen yang tinggi dari para pelaku di lapangan. Hal ini menjadi penting untuk menghindari gagalnya implementasi dan tidak efektifnya konsep MBS dalam meningkatkan mutu sekolah.
MBS dapat dilaksanakan secara efektif apabila kondisi sekolah mendukung, dan terdapat banyak komponen yang memegang peranan penting dalam pengelolaan sekolah terutama kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah sebagai aktor utama implementasi MBS mempunyai peranan yang dominan karena sebagai manajer, kepala sekolah memiliki wewenang dan otoritas untuk mengorganisasikan seluruh sumber daya yang ada di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar